I.
PENDAHULUAN
Epilepsi atau penyakit ayan dikenal sebagai satu penyakit
tertua di dunia (2000 tahun SM). Penyakit ini cukup sering dijumpai dan
bersifat menahun. Penderita akan menderita selama bertahun-tahun. Sekitar 0,5 –
1 % dari penduduk adalah penderita epilepsy (Lumbantobing, 1998).
II.
DEFINISI
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
Bangkitan epilepsy adalah manifestasi gangguan otak
dengan berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari
neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversible dengan
berbagai etiologi (Tjahjadi, dkk, 1996). Pengkajian kondisi/kesan umum
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan
fungsi otak yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat
berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan
tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan
persepsi (Brunner dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara
tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu
kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang
(Hudak dan Gallo, 1996).
III. ETIOLOGI
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
- Trauma Lahir
- Trauma Kepala (5-50%)
- Tumor Otak
- Stroke
- Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
- Hypoxia
- Keracunan
- Gangguan Metabolik
- Infeksi. (Meningitis)
- Trauma Kepala (5-50%)
- Tumor Otak
- Stroke
- Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
- Hypoxia
- Keracunan
- Gangguan Metabolik
- Infeksi. (Meningitis)
PATOFISIOLOGI
Mekanisme
terjadinya serangan epilepsi ialah :
-
Adanya focus
yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan depolarisasi
parsial di jaringan otak
- Meningkatnya
permeabilitas membran.
-
Meningkatnya
senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps
Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan
lepasnya muatan listrik sehingga terjadi ekstasi, perubahan medan listrik dan
penurunan ambang rangasang yang kemudian menimbulkan letupan listrik masal.
Bila focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya menjalar sampai jarak
tertentu atau tidak melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan
epilepsy lokal (parsial).
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan
epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas
muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal
ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi,
baik yang umum maupun yang lokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian
dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah
disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Mekanisme yang pasti dari aktivitas kejang pada otak
tidak semuanya dapat dipahami. Beberapa pemicu menyebabkan letupan abnormal
mendadak stimulasi listrik, menganggu konduksi syaraf normal otak. Pada otak
yang tidak rentan terhadap kejang, terdapat keseimbangan antar sinaptik
eksitatori dan inhibitori yang mempengaruhi neuron postsinaptik. Pada otak yang
rentan terhadap kejang, keseimbangan ini mengalami gangguan, menyebabkan pola
ketidakseimbangan konduksi listrik yang disebut perpindahan depolarisasi
paroksismal. Perpindahan ini dapat terlihat baik ketika terdapat pengaruh
eksitatori yang berlebihan atau pengaruh inhibitori yang tidak mencukupi (Hudak
dan Gallo, 1996).
Ketidakseimbangan asetilkolin dan GABA. Asetilkolin dalam
jumlah yang berlebihan menimbulkan bangkitan kejang, sedangkan GABA menurunkan
eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang.
IV. KLASIFIKASI
INTERNASIONAL TENTANG KEJANG EPILEPSI
(dikutip dari Hudak dan Gallo, 1996)
I.
Kejang Parsial
1.
Parsial
sederhana (kesadaran klien baik)
1.
Motorik
2.
Sensorik
3.
Otonomi
4.
Fisik
2.
Parsial kompleks (kerusakan
kesadaran)
1.
Parsial sederhana diikuti penurunan
kesadaran
2.
Kerusakan kesadaran saat awitan
3.
Kejang parsial generalisasi sekunder
II.
Kejang Umum
1.
Non kejang
2.
Tonik-klonik umum
3.
Tonik
4.
Klonik
5.
Mioklonik
6.
Atonik
III.
Kejang Tidak terklasifikasi
Ditinjau dari penyebabnya, epilepsy
dibagi menjadi 2, yaitu :
- Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak
ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga
bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel
saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
- Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya
atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena
dibawah sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak
pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk
cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi
(misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6),
faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan
sirkulasi, dan neoplasma.
V.
MANIFESTASI
KLINIK
Kejang Parsial Sederhana
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang bergergerak
tak terkontrol; bicara tidak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami
perubahan penglihatan, suara, bau atau pengecapan yang tak lazim atau tak
menyenangkan.
Kejang Parsial Kompleks
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi
tidak bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah, kegirangan,
atau peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat periode tersebut ketika
sudah berlalu.
Kejang
Umum (kejang grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti
dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik
klonik umum)
VI. FASE SERANGAN KEJANG
1. Fase Prodromal
Beberapa jam/hari sebelum serangan
kejang. Berupa perubahan alam rasa (mood), tingkah laku
2. Fase Aura
Merupakan fase awal munculnya
serangan. Berupa gangguan perasaan, pendengaran, penglihatan, halusinasi,
reaksi emosi afektif yang tidak menentu.
3. Fase Iktal
Merupakan fase serangan kejang,
disertai gangguan muskuloskletal.
Tanda lain : hipertensi, nadi
meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat, tonus spinkter ani meningkat, tubuh
rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor, hipersalivasi, lidah resiko
tergigit, kesadaran menurun.
4. Fase Post Iktal
Merupakan fase setelah serangan.
Ditandai dengan : confuse lama, lemah, sakit kepala, nyeri otot, tidur lama,
amnesia retrograd, mual, isolasi diri.
STATUS EPILEPTIKUS
Serangan
kejang yang terjadi berulang, merupakan keadaan darurat. Berakibat kerusakan
otak permanen, dapat disebabkan karena : peningkatan suhu yang tinggi,
penghentian obat epileptik, kurang tidur, intoksikasi obat, trauma otak,
infeksi otak.
VII.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Elektroensefalografi
(EEG) membantu dalam mengklasifikasikan tipe kejang.
2. CT Scan untuk mendeteksi lesi, abnormalitas fokal,
abnormalitas vaskuler cerebral, dan perubahan degeneratif serebral.
VIII.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan epilepsy direncanakan
sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus
masing-masing klien.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk
menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang
adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status bebas kejang.
Pengobatan Farmakologis
1. Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
2.
Pengobatan anti
konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon, fenitoin, fenobarbital,
etosuksimidin, dan valproate.
3.
Lakukan
pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium untuk klien yang
mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek samping toksik.
4.
Cegah
terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang menyeluruh, perawatan
gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien yang mendapatkan fenitoin
(Dilantin).
5.
Pembedahan
1.
Diindikasikan
bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses, kista, atau anomaly
vaskuler.
2. Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik
dilakukan untuk kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan
baik yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang
signifikan.
IX. PROSES KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
1. Pengkajian kondisi/kesan umum
Kondisi umum Klien nampak sakit
berat
2. Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental
pasien dengan berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien.
Perhatikan respon pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian
selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a. Alert (A)
: Klien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya.
b. Respon velbal (V)
: klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
c. Respon nyeri (P)
: klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d. Tidak berespon (U) : klien tidak
berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri ketika dicubit dan ditepuk wajahnya
3. Pengkajian
Primer
Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk
mengidentifikasi dengan segera masalah aktual dari kondisi life treatening
(mengancam kehidupan). Pengkajian berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi jika hal memugkinkan.
Prioritas
penilaian dilakukan berdasarkan :
1.
Airway (jalan
nafas) dengan kontrol servikal
2. Breathing dan ventilasi
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
4. Disability
1.
Airway (jalan
nafas) dengan kontrol servikal.
Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan
gangguan servikal :
-
Ada/tidaknya
sumbatan jalan nafas
-
Distres pernafasan
-
Adanya
kemungkinan fraktur cervical
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan
giginya sehingga menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa,
dan pada fase posiktal, biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat
gigitan tersebut
2.
Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat,
peningkatan sekresi mukus, dan kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada
fase post iktal, klien mengalami apneu
3.
Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis,
klien biasanya dalam keadaan tidak sadar.
4.
Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis
serangan atau karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa
bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang
5. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada
cedera tambahan akibat kejang
4. Pengkajian
sekunder
a.
Identitas klien
meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b.
Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan
kesadaran
c.
Riwayat
penyakit:
Klien yang
berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia
berapa. Frekuansi serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang
tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai
hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa
menggunakan obat-obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu
,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
-
Riwayat
kesehatan
-
Riwayat
keluarga dengan kejang
-
Riwayat kejang
demam
-
Tumor
intrakranial
-
Trauma kepala
terbuka, stroke
d.
Riwayat kejang
:
- Bagaimana
frekwensi kejang.
- Gambaran kejang
seperti apa
- Apakah sebelum
kejang ada tanda-tanda awal.
- Apakah ada
kehilangan kesadaran atau pingsan
- Apakah ada
kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien
menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e.
Pemeriksaan
fisik
- Kepala dan
leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
- Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu
napas
- Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
- Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
- Sistem
pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak
II.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah:
1.
Pola napas
tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan sekresi
mucus
2.
Resiko tinggi
injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau
kerusakan perlindungan diri.
3.
Gangguan harga
diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi,
persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya
hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
4.
Kurang pengetahuan
keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi
Rencana keperawatan
|
||||
No
|
Dx. Keperawatan
|
Tujuan
|
Perencanaan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1
|
Pola napas tidak
efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus
|
Mempertahankan
pola pernapasan efektif dengan jalan napas paten
|
-
Anjurkan
klien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat
lainnya jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika
kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal
|
§ Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya benda asing ke faring
|
-
Letakkan
klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan
kejang
|
|
|||
|
|
|||
-
Tanggalkan
pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen
|
|
|||
|
|
|||
-
Masukkan
spatel lidah/ jalan napas buatan atau gulungan benda lunak sesuai indikasi
|
§ Meningkatkan aliran (drainase) secret, mencegah lidah jatuh
sehingga menyumbat jalan napas
|
|||
|
§ Untuk memfasilitasi usaha bernapas
|
|||
|
|
|||
|
§ Mencegah tergigitnya
lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lender. Jalan napas buatan
mungkin diindikasikan setelah meredanya aktivitas kejang jika pasien tersebut
tidak sadar dan tidak dapat mempertahankan posisi lidah yang aman
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
§ Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
|
|||
|
|
|||
|
§ Dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akobat dari sirkulasi
yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan
kejang
|
|||
|
|
|||
-
Lakukan
penghisapan sesuai indikasi
|
|
|||
|
§ Munculnya apneu yang berkepanjangan pada fase posiktal
membutuhkan dukungan ventilator mekanik
|
|||
-
Berikan
tambahan oksigen/ ventilasi manual sesuai kebutuhan pada fase posiktal
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
-
Siapkan/bantu
melakukan intubasi jika ada indikasi
|
|
|||
2
|
Resiko tinggi injuri
b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau kerusakan
perlindungan diri.
|
Mengurangi resiko
injuri pada pasien
|
-
Kaji karakteristik
kejang
|
§ Untuk mngetahui seberapa besar tingkatan kejang yang dialami
pasien sehingga pemberian intervensi berjalan lebih baik
|
|
|
|||
|
|
|||
|
§ Benda tajam dapat melukai dan mencederai fisik pasien
|
|||
|
|
|||
|
§ Dengan meletakkan spatel lidah diantara rahang atas dan rahang
bawah, maka resiko pasien menggigit lidahnya tidak terjadi dan jalan nafas
pasien menjadi lebih lancer
|
|||
|
|
|||
-
Jauhkan pasien dari
benda benda tajam / membahayakan bagi pasien
|
|
|||
|
§ Obat anti kejang dapat mengurangi derajat kejang yang dialami
pasien, sehingga resiko untuk cidera pun berkurang
|
|||
-
Masukkan spatel
lidah/jalan napas buatan atau gulungan benda lunak sesuai indikasi
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
-
Kolaborasi dalam
pemberian obat anti kejang
|
|
|||
3
|
Gangguan harga
diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan kondisi,
persepsi tentang tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang
perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
|
Mengidentifikasi
perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi negative pada diri sendiri
|
- Diskusikan
perasaan pasien mengenai diagnostic, persepsi diri terrhadap penanganan yang
dilakukannya.
|
§ Reaksi yang ada
bervariasi diantara individu dan pengetahuan/ pengalaman awal dengan keadaan
penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan
|
|
|
|||
|
§ Adanya keluhan merasa
takut, marah dan sangat memperhatikan tentang implikasinya di masaa yang akan
datang dapat mempengaruhi pasien untuk menerima keadaanya
|
|||
|
|
|||
- Anjurkan
untuk mengungkapkan/ mengekspresikan perasaannya
|
|
|||
|
§ Memberikan kesempatan
untuk berespon pada proses pemecahan masalah dan memberikan tindakan control
terhadap situasi yang dihadapi
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
§ Memfokuskan pada aspek
yang positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau
kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima penangan
terhadap penyakitnya
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
§ Pandangan negative dari
orang terdekat dapat berpengaruh terhadap perasaan kemampuan/ harga diri
klien dan mengurangi dukungan yang diterima dari orang terdekat tersebut yang
mempunyai resiko membatasi penanganan yang optimal
|
|||
- Identifikasi/antisipasi
kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya. Anjurkan klien untuk tidak
merahasiakan masalahnya
|
|
|||
|
§ Ansietas dari pemberi
asuhan adalah menjalar dan bila sampai pada pasien dapat meningkatkan
persepsi negative terhadap keadaan lingkungan/diri sendiri
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
- Gali
bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan
dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
- Tentukan
sikap/kecakapan orang terdekat. Bantu menyadari perasaan tersebut adalah
normal, sedangkan merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri tidak ada
gunanya
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
- Tekankan
pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan tenang selama kejang
|
|
|||
4
|
Kurang pengetahuan
keluarga tentan proses perjalanan penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi
|
pengetahuan keluarga
meningkat, keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsy, keluarga klien
tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
|
-
Kaji tingkat
pendidikan keluarga klien.
|
§ pendidikan merupakan
salah satu faktor penentu tingkat pengetahuan seseorang
|
|
|
|||
|
§ untuk mengetahui seberapa
jauh informasi yang telah mereka ketahui,sehingga pengetahuan yang nantinya
akan diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan keluarga
|
|||
-
Kaji tingkat
pengetahuan keluarga klien.
|
|
|||
|
§ untuk meningkatkan pengetahuan
|
|||
|
|
|||
|
|
|||
|
§ untuk mengetahui seberapa jauh informasi yang sudah dipahami
|
|||
|
|
|||
-
Jelaskan pada keluarga
klien tentang penyakit kejang demam melalui penyuluhan.
|
§ agar keluarga dapat memberikan penanngan yang tepat jika
suatu-waktu klien mengalami kejang berikutnnya.
|
|||
|
|
|||
-
Beri kesempatan pada keluarga
untuk menanyakan hal yang belum dimengerti.
|
|
|||
|
|
|||
-
Libatkan keluarga
dalam setiap tindakan pada klien.
|
|
. Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan yang telah
dilakukan. Disamping itu evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan pengkajian
untuk proses berikutnya.
Pada kasus epilepsi evaluasi dilakukan atas tindakan yang
dilakukan sesuai dengan diagnosa dan tujuan yang sudah ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar