KEPERAWATAN S1,Ners

KEPERAWATAN S1,Ners
PEMILIK

Minggu, 26 Januari 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DHF


DHF (Dengue Haemoragic Fever)

1. Pengertian
  • DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
  • Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty  betina (Seoparman , 1990).
  • DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
  • Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986):
1)      Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2)      Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3)      Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4)      Dejara IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
2. Anatomi Fisiologi
Struktur nyamuk terdiri atas ; kepala, toraks yang setiap segmenya dilengkapi dengan sepasang kaki yang beruas-ruas dan abdomen. Daerah kepala terdiri atas mata, antena berbentuk poliform yang terdiri atas 15 segmen. Antena nyamuk betina disebut pilose dengan bulu-bulu yang lebih sedikit sedangkan yang jantan memiliki banyak bulu disebut plumose. Seperti halnya dengan serangga lain nyamuk memiliki sepasang mata majemuk oseli (mata tunggal). Di bagian dorsal toraks terdapat bentuk bercak yang keras berupa dua garis sejajar pada bagian tengah dan dua garis lengkung di bagian tepi. Vena sayap meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung berukuran 2,5 – 3,0 mm. Di bagian abdomen nyamuk betina berukuran kecil terdapat dua caudal cerci yang berukuran kecil, sedangkan pada nyamuk jantan terdapat organ seksual yang disebut hypopygium.
Nyamuk ini bersifat antropofilik ( senang sekali pada manusia), biasanya nyamuk betina menggit di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah di tempat yang agak gelap. Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung seperti pakaian, kelambu, pada dinding dan tempat yang dekat dengan tempat peridukannya. Nyamuk A.aegypti memilliki kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple biters) yakni menggit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap peranannya sebagai vektor penyebab penyakit DBD ke beberapa orang dalam sekali waktu. Nyamuk jantan juga tertarik terhadap manusia pada saat melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit.
Dalam perkembangan hidupnya nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu dari telur menetas menjadi larva (jentik), kemudian menjadi pupa dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekurang-kurangnya selama 9 hari. Nyamuk dewasa baik jantan maupun betina membutuhkan glukosa sebagai bahan makanan yang dapat diperoleh dari cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina membutuhkan protein-protein dari darah untuk pematangan sel telur setelah perkawinan. yamuk betina dewasa mulai menghisap darah setelah berumur 3 hari, setelah itu sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Nyamuk betina mampu bertahan hidup 2 minggu lebih di alam, sedangkan nyamuk jantan setelah proses kawin dalam waktu ± 1 minggu akan mati. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 20 meter, kemampuan normalnya adalah ± 40 meter.

3. Etiologi
Penyebab utama : – virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama :
  • Aedes aegypti.
  • Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
  1. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari.
  2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
  3. Penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena.
  1. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m.
  2. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).
4. Patofisiologi
klik gambar diatas untuk melihat dalam ukuran besar
5. Tanda dan Gejala
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1)      Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2)      Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
3)      Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4)      Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
  • Meningkatnya suhu tubuh
  • Nyeri pada otot seluruh tubuh
  • Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
  • Suara serak
  • Batuk
  • Epistaksis
  • Disuria
  • Nafsu makan menurun
  • Muntah
  • Ptekie
  • Ekimosis
  • Perdarahan gusi
  • Muntah darah
  • Hematuria masif
  • Melena
6. Komplikasi
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
  1. Uji tourniquet positif
  2. Petekia, purpura, ekimosi
  3. Epistaksis, perdarahan gusi
  4. Hematemesis, melena.
3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5)      Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
  1. Tirah baring atau istirahat baring.
  2. Diet makan lunak.
  3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
  4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
  5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
  6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
  7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
  1. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
  2. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
  3. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
  1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
  2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
  3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
  4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
2. Tanpa insektisida
Caranya adalah:
  1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
  2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
  3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang
9. Pengkajian Keperawatan
Data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)    Lemah.
2.)    Panas atau demam.
3.)    Sakit kepala.
4.)    Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.)    Nyeri ulu hati.
6.)    Nyeri pada otot dan sendi.
7.)    Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)    Konstipasi (sembelit).
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
1)      Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2)      Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3)      Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4)      Hiperemia pada tenggorokan.
5)      Nyeri tekan pada epigastrik.
6)      Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7)      Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
10. Diagnosa Keperawatan
  1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
  2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
  3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  mual, muntah, anoreksia
  4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas  dinding plasma
  5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.
  6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
  7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
11. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil:
  • Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman.
  • Suhu 36,80C-37,50C
  • Tekanan darah 120/80 mmHg
  • Respirasi 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
  1. Kaji saat timbulnya demam.
  2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
  3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)
  4. Berikan kompres hangat
  5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal
  6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter
Rasional:
  1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
  2. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
  3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
  4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
  5. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
  6. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang dengan kriteria hasil:
  • Pasien mengatakan nyerinya hilang
  • Nyeri berada pada skala 0-3
  • Tekanan darah 120/80 mmHg
  • Suhu 36,80C-37,50C
  • Respirasi 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
  1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
  2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan
  3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
  4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
  5. Ajarkan pasien teknik relaksasi
  6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional:
  1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi
  2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
  3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
  4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
  5. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
  6. Memberikan penurunan nyeri.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  mual, muntah, anoreksia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria:
  • Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
  • Menunjukkan tingkat energi biasanya
  • Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
  1. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien.
  2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
  3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
  4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit.
  5. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi
  6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual.
Rasional:
  1. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.
  2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
  3. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
  4. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
  5. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
  6. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual  sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas  dinding plasma
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:
  • TD 120/80 mmHg
  • RR 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
  • Turgor kulit baik
  • Haluaran urin tepat secara individu
  • Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
  1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital.
  2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
  3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya
  4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
  5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan
  6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
  7. Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung.
  8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
  9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K)
Rasional:
  1. hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan  takikardi
  2. pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
  3. demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.
  4. merupakan indicator dari dehidrasi
  5. memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.
  6. mempertahankan volume sirkulasi.
  7. kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan elektrolit.
  8. pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan
  9. mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 jam diharapkan pasien dapat mencapai kemampuan aktivitas yang optimal, dengan kriteria hasil:
  • Pergerakan pasien bertambah luas
  • Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan)
  • Rasa nyeri berkurang
  • Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
  1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
  2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas.
  3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan
  4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
  5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesik)
Rasional:
  1. mengetahui derajat  kekuatan otot-otot  kaki pasien.
  2. Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan
  3. melatih otot – otot kaki sehingga berfungsi dengan baik
  4. Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi
  5. Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.
6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik dengan kriteria hasil:
  • TD 120/80 mmHg
  • RR 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
  • Turgor kulit baik
  • Haluaran urin tepat secara individu
  • Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
  1. Monitor keadaan umum pasien
  2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
  3. Monitor tanda perdarahan
  4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
  5. Berikan transfusi sesuai program dokter
  6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional:
  1. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
  2. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik
  3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik
  4. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut
  5. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang
  6. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin
7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan dengan kriteria hasil:
  • Tekanan darah 120/80 mmHg
  • Trombosit 150.000-400.000
Intervensi:
  1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis
  2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
  3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut
  4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya
Rasional:
  1. Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
  2. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan
  3. Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin
  4. Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Kamis, 21 Maret 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GLAUKOMA

Askep Glaukoma
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GLAUKOMA
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa tekanan intra okuler penggaungan pupil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler. (Long Barbara, 1996)
B. Klasifikasi
1. Glukoma primer
Glukoma sudut terbuka terjadi karena tumor aqueus mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular kelainannya berkenang lambat.
Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi karena ruang anterior menyempit, sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqoeus mengalir ke saluran schlemm.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut / peningkatan volume cairan dari dalam mata dapat diakibatkan oleh : perubahan lensa
Kelainan uvea
Trauma
Bedah
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma yang terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular.
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir, sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Berdasarkan lamanya :
1. Glaukoma akut
Penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
2. Glaukoma kronik
Penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
C. Anatomi dan Fisiologi
Di dalam terdapat dua macam cairan :
1. Aqueus humor
Cairan ini berada di depan lensa.
2. Vitreus humor
Cairan penuh albumin berwarna keputih – putihan seperti agar – agar yang berada dibelakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina. (Evelin C Pearce : 317)
Dalam hal ini cairan yang mengalami gangguan yang dihubungkan dengan penyakit glaukoma adalah aqueus humor, dimana cairan ini berasal dari badan sisiari mengalir ke arah bilik anterior melewati iris dan pupil dan diserap kembali kedalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai saluran schlemm. (Evelin C. Pearce : 317).
Secara normal TIO 10 -21 mmHg karena adanya hambatan abnormal terhadap aliran aqueus humor mengakibatkan produksi berlebih badan silier sehingga terdapat cairan tersebut. TIO meningkat kadang – kadang mencapai tekanan 50 – 70 mmHg.
D. ETIOLOGI
1. Primer
Terdiri dari
a. Akut
Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik
Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti :
Ø Diabetes mellitus
Ø Arterisklerosis
Ø Pemakaian kortikosteroid jangka panjang.
Ø Miopia tinggi dan progresif.
Dari etiologi diatas dapat menyebabkan sudut bilik mata yang sempit.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti :
Ø Katarak
Ø Perubahan lensa
Ø Kelainan uvea
Ø Pembedahan
E. Manifestasi Klinis
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka
- Kerusakan visus yang serius
- Lapang pandang mengecil dengan macam – macam skotoma yang khas
- Perjalanan penyakit progresif lambat
b. Glaukoma sudut tertutup
- Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
- Timbulnya halo disekitar cahaya
- Pandangan kabur
- Sakit kepala
- Mual, muntah
- Kedinginan
- Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan, fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien.
2. Glaukoma sekunder
- Pembesaran bola mata
- Gangguan lapang pandang
- Nyeri didalam mata
3. Glaukoma kongenital
- Gangguan penglihatan
(Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, hal 147 – 150)
F. Patofisiologi
Tekanan Intra Okuler ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor dan aliran keluar akues humor dari mata. TIO normal 10 – 21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran akueos humor. Akueos humor di produksi didalam badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal schlemm ke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar akueos melalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Iskemia menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen tanpa penangan, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang.
(Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, hal 147 – 150)
ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi data demografi, yang meliputi :
- Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
- Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih (dewit, 1998).
- Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan. (Indriana N. Istiqomah, 2004)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Neurosensori
- Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
- Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berwarna, peningkatan air mata.(www.IFC.com)
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
- Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
- Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya (Indriana N. Istiqomah,2004)
b. Nyeri/ kenyamanan
- Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis0
- Nyeri tiba- tiba / berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut). (www. IFC.com).
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu snellen / mesin telebinoklear
Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan
b. Lapang penglihatan
Terjadi penurunan disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis / otak, karotis / patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran gonoskopi
Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
e. Tes provokatif
Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal / hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan aftalmoskop
Menguji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED
Menunjukkan anemia sistemik / infeksi
h. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid
Memastikan arterosklerosis, PAK
i. Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya DM
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan kebutaan
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
Tujuan : nyeri terkontrol / tulang
Kriteria hasil :
Ø Pasien mengatakan nyeri berkurang / hilang
Ø Ekspresi wajah rileks
Ø Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
Intervensi :
a. Observasi derajat nyeri mata
Rasional : mengidentifikasi kemajuan / penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Anjurkan istirahat di tempat tidur dalam ruangan yang tenang
Rasional : stress mental / emosi menyebabkan peningkatan TIO
c. Ajarkan pasien teknik distraksi
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi / respon nyeri
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi nyeri
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :
Ø Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
Ø Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
a. Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan / mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis.
Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO
3. Resiko cedera berhubungan dengan kebutaan
Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi cedera.
Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.
Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata dan salep mata
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid 1. Jakarta : FKUI.

Senin, 18 Maret 2013

ASKEP HIPOTIROID




ASKEP HIPOTIROID

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jarinan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagian besar sel di tubuh , membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal.
Kelenjar tiroid tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan terhadap dingin, serta pada anak–anak timbul retardasi mental dan kecebolan. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.
Fungsi tiroid diatur oleh hormone perangsang tiroid dari hipofisis anterior. Sebaliknya , sekresi hormone ini sebagian diatur oleh umpan balik inhibitorik langsung kadar hormontiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui hipotalamus. Dengan cara ini, perubahan–perubahan pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui hipotalamus.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang terkait dengan hipotirod misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat hipotiroid.
1.2. Rumusan Masalah
1.Apakah definisi dari hipotiroid?
2.      Bagaimana etilogi dari hipotiroid?
3.      Apakah manifestasi klinis darihipotiroid?
4.      Bagaimana patofisiologi padahipotiroid?
5.      Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada hipotiroid?
6.      Bagaimana pengkajian pada klien dengan hipotiroid?
7.      Bagaimana diagnosa pada klien dengan hipotiroid?
8.      Bagaimana intervensi pada klien dengan hipotiroid?
1.3  Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan Hipotiroid.
Tujuan Khusus
1)      Mampu menjelaskan definisi Hipotiroid.
2)      Mampu menjelaskan penyebab penyakit Hipotiroid.
3)      Mampu menjelaskan gejala dan pengobatan penyakit Hipotiroid.
4)      Mampu menjelaskan Asuhan keperawatan penyakit Hipotiroid.

1.4  Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1)      Mendapatkan pengetahuan tentang definisi Hipotiroid.
2)      Mendapatkan pemahaman tentang penyebab penyakit Hipotiroid.
3)      Mendapatkan pemahaman tentang gejala dan pengobatan penyakit Hipotiroid.
4)      Mendapatkan pemahaman tentang Asuhan keperawatan pasien pada penyakit Hipotiroid.
 BAB II
TINJAUAN TEORITIS HIPOTIROID

2.1   Definisi
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid yang rendah. Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk tubuh.

2.2   Etiologi
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang sangat umum. Diperkirakan bahwa 3% sampai 5% dari populasi mempunyai beberapa bentuk hipotiroid. Kondisi yang lebih umum terjadi pada wanita dari pada pria dan kejadian-kejadiannya meningkat sesuai dengan umur.
Dibawah adalah suatu daftar dari beberapa penyebab-penyebab umum hipotiroid pada orang-orang dewasa diikuti oleh suatu diskusi dari kondisi-kondisi ini.
a)      Hashimoto's thyroiditis
b)      Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
c)      Penghancuran tiroid (dari yodium ber-radioaktif atau operasi)
d)     Penyakit pituitari atau hipotalamus
e)      Obat-obatan
f)       Kekurangan yodium yang berat

2.3   Jenis-jenis Hipotiroid
Lebih dari 95% penderita hipotiroid mengalami hipotiroid primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya hipotiroid sentral (hipotiroid sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis hipotiroid tersier.
a.  Primer
1)      Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah tiroiditis, defisiensi yodium
2)      Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron
b. Sekunder :
kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓ T4 bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4 bebas)

2.4   Gejala- gejala hipotiroid
Gejala-gejala hipotiroid adalah seringkali tidak kelihatan. Mereka tidak spesifik (yang berarti mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan adalah seringkali dihubungkan pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan mungkin tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya menjadi lebih nyata ketika kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini berhubungan dengan suatu perlambatan metabolisme tubuh.
Gejala-gejala umum sebagai berikut:
a)      Kelelahan
b)      Depresi
c)      Kenaikkan berat badan
d)     Ketidaktoleranan dingin
e)      Ngantuk yang berlebihan
f)       Rambut yang kering dan kasar
g)      Sembelit
h)      Kulit kering
i)        Kejang-kejang otot
j)        Tingkat-tingkat kolesterol yag meningkat
k)      Konsentrasi menurun
l)        Sakit-sakit dan nyeri-nyeri yang samar-samar
m)    Kaki-kaki yang bengkak

Ketika penyakit menjadi lebih berat, mungkin ada bengkak-bengkak disekeliling mata, suatu denyut jantung yang melambat, suatu penurunan temperatur tubuh, dan gagal jantung. Dalam bentuknya yang amat besar, hipotiroid yang berat mungkin menjurus pada suatu koma yang mengancam nyawa (miksedema koma). Pada seorang yang mempunyai hipotiroid yang berat, suatu miksedema koma cenderung dipicu oleh penyakit-penyakit berat, operasi, stres, atau luka trauma.
Kondisi ini memerlukan opname (masuk rumah sakit) dan perawatan segera dengan hormon-hormon tiroid yang diberikan melalui suntikan di diagnosis secara benar, hipotiroid dapat dengan mudah dan sepenuhnya dirawat dengan penggantian hormon tiroid. Pada sisi lain, hipotiroid yang tidak dirawat dapat menjurus pada suatu pembesaran jantung (cardiomyopathy), gagal jantung yang memburuk, dan suatu akumulasi cairan sekitar paru-paru (pleural effusion).

2.5  Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
1. Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang merangsang hipofisis anterior.
2. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
3. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3 dan Tetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon lain.

Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.

2.6  Gambaran Klinis
a)      Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat
b)      Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema), dan penurunan curah jantung.
c)      Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan kaki.
d)     Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cema
e)      Konstipasi
f)       Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi
g)      Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

2.7  Pemeriksaan Diagnostik
a)      Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan dokter hanya mengukur jumlah TSH (Thyroid-stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kel. hipofisis.
b)      Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yg adekuat (terutama tiroksin(T4) dan sedikit triiodotironin(fT3).
c)      Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak dapat dgn hanya mengukur level TSH.
d)     Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme masih disuspek), sbb:
1.      free triiodothyronine (fT3)
2.      free levothyroxine (fT4)
3.      total T3
4.      total T4
5.      24 hour urine free T3

2.8  Penatalaksanaan Medis dan Komplikasi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

Contoh Kasus : Seorang wanita, usia 28 tahun, BB 40 kg, TB 160 cm, Riwayat penyakit: dua tahun yang lalu pasien pernah melakukan pengobatan di Puskesmas dengan keluhan ada benjolan di leher depan dan nyeri tekan, pasien juga merasakan dada sering berdebar-debar dan badannya tetap kurus.
Hasil pemeriksaan fisik jantungnyaa membesar, nadi <60 .="" 15pg="" 20="" aspiration="" benjolan="" biopsy="" dan="" di="" disarankan="" dl="" dokter="" exofthalmus="" fineddle="" ft3="" ft4="" g="" iodium="" kali="" kemudian="" laboratorium="" leher="" matanya="" melakukan="" menit="" ml="" nyeri.="" oleh="" pemeriksaan="" radioaktif="" rasa="" span="" tsh="" untuk="">


Kurang yodium berat

Operasi tiroid
WOC :
Penyakit autoimun

Gondok endemik

HIPOTIROID

Penurun an metabolism basal

Kelemahan otot

oftalmopati

G.TeRmoregulasi

Prod. Kel. Sebasea & kringat  mnurun.

Eksitensi neuromuscular menurun

s.integumn

s.cerna

Kulit kering

Absorbsi  ganggu/ anoreksi

Motilitas  Sraktus turun

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia

karotenemia

Kulit kekuning2n

g.citra tubuh

Hipotermi.

Kerusakan integritas kulit

.Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) b/d gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati.

. Penurunan curah jantung b/d perubahan volume sekuncup

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Konstipasi

. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi

Sindrom gangguan Interpretsasi lingkungan berhubungan dengan depresi

Inkonsentrasi protein G /Reseptor adrenergik

anoreksia

g.moblisasi

bradikardi

Sel otak disfugsi kognitif


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain:
a.Identitas pasien :
·         Nama : Ny. Mona
·         Umur : 28 tahun
·         Jenis kelamin : Perempuan
·         Pekerjaan : Pegawai swasta
·         Berat badan : 40 kg
·         Tinggi badan : 160 cm
b.Keluhan utama :
·         Sesak nafas
·         Sulit menelan
·         Pembengkakan  dan rasa nyeri pada leher
·         Pasien nampak gelisah
·         Pasien tidak nafsu makan
·         Rasa capek/lelah
·         Pasien intoleran terhadap dingin
·         Sembelit
c. Riwayat kesehatan  :
·         Pernah melakukan pengobatan 2 tahun lalu dengan keluhan terdapat benjolan di leher depan dan nyeri saat ditekan.
d. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:
1. Pola makan
·         Mengkonsumsi makanan yang kadar yodiumnya rendah, dan nafsu makan menurun
2. Pola tidur
·         Pasien sering tidur larut malam
3. Pola aktivitas
·         Pasien terlalu memforsir pekerjaan sehingga sering mengeluh kelelahan
e. Pemeriksaan fisik mencakup :
1) Sistem intergument, seperti : kulit dingin, pucat , kering, bersisik dan menebal,pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut kering, kasar, rambut rontok dan pertumbuhannya rontok.
2) Sistem pulmonary, seperti : hipoventilasi, pleural efusi, dispenia
3) Sistem kardiovaskular, seperti : bradikardi, disritmia, pembesaran jantung, toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi.
4) Metabolik, seperti : penurunan metabolisme basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin.
5) Sistem musculoskeletal, seperti : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.
6) Sistem neurologi, seperti : fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung, hilang pendengaran, penurunan refleks tendom.
7) Gastrointestinal, seperti : anoreksia, peningkatan berat badan, obstipasi, distensi abdomen.
8) Psikologis dan emosional ; apatis, igitasi, depresi, paranoid, menarik diri/kurang percaya diri, dan bahkan maniak.
f.Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan kadar T3 dan T4 pada pasien yaitu : Kadar T3 15pg/dl, dan kadar T4 20µg/dl.
2)  Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal) : Kadar TSHpada pasien tersebut yaitu <0 i="" ml="">
g. Pemeriksaan USG :
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan informasi yang tepat tentang ukuran dan bentuk kelenjar tiroid dan nodul h.


h. Analisis Data :
1) Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) b/d gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati
-Data yang didapat : fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung, hilang pendengaran, parastesia, penurunan refleks tendom.
2) Penurunan curah jantung b/d penurunan volume sekuncup sebagai akibat bradikardi, hipotensi.
- Data yang didapat : bradikardi, disritmia, pembesaran jantung dan hipotensi.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d  penurunan kebutuhan metabolisme, dan napsu makan yang  menurun.
-Data yang didapat : anoreksia, obtipasi, distensi abdomen, hemoglobin menurun, dingin, pucat, kering, bersisik dan menebal, pertumbuhan kuku buruk, serta kuku menebal.
4)  Pola nafas tidak efektif berdasarkan  penurunan tenaga/ kelelahan, ekspansi paru yang menurun, dispnea.
        - Data yang didapat : hipoventilasi, dispenia, efusi pleural
3.2  Diagnosa Keperawatan
a.Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) b/d gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati.
b. Penurunan curah jantung b/d perubahan volume sekuncup
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
d.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
e. Hipotermi b/d penyakit.
f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal
g. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
h. Sindrom gangguan Interpretsasi lingkungan berhubungan dengan depresi





3.3 Intervensi
Dx 1. Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) berdasarkan gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati.
Tujuan : agar pasien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak terjadi trauma/cedera pada mata.

Intervensi :
Ø  1)Anjurkan pada pasian bila tidur dengan posisi elevasi kepala.
R/ untuk mengurangi trauma pada mata
Ø  2)Basahi mata dengan borwater steril.
R/ untuk memberi rasa nyaman pada mata
Ø  3)Jika pasien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur, gunakan plester non alergi.
R/ memudahkan pasien untuk tidur
Ø  4)Berikan obat-obatan steroid sesuai program. Pada kasus-kasus yang berat, biasanya dokter memberikan obat-obat untuk mengurangi edema seperti steroid dan diuretik.
R/ mengurangi edema dan cairan

Dx 2.  Penurunan curah jantung b/d perubahan volume sekuncup
Tujuan : agar fungsi kardiovaskuler tetap optimal yang ditandai dengan tekanan darah, dan irama jantung dalam batas normal.
Intervensi :
1.      Pantau tekanan darah, denyut dan irama jantung setiap 2 jam
R/ untuk mengindikasi kemungkinan terjadinya gangguan hemodinamik jantung seperti hipotensi, penurunan pengeluaran urine dan perubahan status mental.
2.      Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat segera bila pasien mengalami nyeri dada,
R/ karena pada pasien dengan hipotiroid kronik dapat berkembang arteiosklerosis arteri koronaria.

3.      Kolaborasi pemberian obat-obatan
R/ untuk mengurangi gejalah-gejalah.
Obat yang sering digunakan adalah levotyroxine sodium.
Observasi dengan ketat adanya nyeri dada dan dispenia. Pada dosis awal pemberian obat biasanya dokter memberikan dosis minimal, yang kemudian ditingkatkan secara bertahap setiap 2 – 3 minggu sampai ditemukan dosis yang tepat untuk pemeliharaan.
4.      Ajarkan kepada pasien dan keluarga cara penggunaan obat serta tanda-tanda yang harus diwaspadai bila terjadi hipertiroid akibat penggunaan obat yang berlebihan.
R/untuk mengidentifikasikan reaksi obat yang di berikan pada pasien

Dx 3     : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
Tujuan : agar nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan kriteria : berat badan bertambah,tekstur kulit baik.
Intervensi :
1.      Dorong peningkatan asupan cairan
 R/Untuk menambah asupan cairan pada tubuh px
2.      Berikan makanan yang kaya akan serat
R/ Agar asupan nutrisi pada tubuh tercukupi
3.      Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air.
R/ Agar px tau tentang makanan apa saja yang baik untuk di makan
4.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat dan terapi yang tepat
R/ untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan
5.      Kolaborasi dengan ahli gizi
}  R/ untuk pemberian nutrisi yang diberikan tepat

Dx 4.  Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan : agar pasien dapat beristirahat.
Intervensi :
1.      Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.
R/ untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.
2.      Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
R/ Agar tidak terjadi luka dekusbitus
3.      Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
R/ Bertujuan agar tidak menimbulkan stress
4.      Pantau respon pasien terhadap peningkatan aktivitas.
R/ Untuk mengetahui perkembangan dalam beraktivitas pada pasien


Dx 5. Hipotermi berhubungan dengan penyakit.
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh normal.
Intervensi :
1.            Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
R/Agar pasien merasa hangat dan nyaman
2.            Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat).
R/ Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan atau efek samping dari benda tsb
3.            Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
R/Untuk mengetahui suhu normal pada px
4.            Lindungi terhadap hawa dingin dan hembusan angin
. R/Agar  hipotermi tidak kambuh lagi
 
Dx 6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi :
1.      Dorong peningkatan asupan cairan.
R/ Agar asupan cairan pada tubuh terpenuhi
2.      Berikan makanan yang kaya akan serat.
R/ Agar asupan nutrisi terpenuhi dengan baik
3.      Ajarkan kepada pasien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air.
R/ Memberi wawasan pada pasien makanan apa saja yang baik untuk di konsumsi
4.      Pantau fungsi usus
R/ Untuk mengetahui kerja usus apakah sudah normal atau belum
5.      Dorong pasien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
R/Untuk merileksasikan otot-otot  agar tidak kaku
6.      Kolaborasi : untuk pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan.
R/ : untuk pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan

Dx 7. Ketidakefektifan Pola napas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi.
Tujuan : Perbaikan status respirasi dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi :
1.      Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.
R/ untuk mengetahui tindakan selanjutnya dari pemeriksaan tsb
2.      Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
R/ untuk mengetahui tindakan selanjutnya dari pemeriksaan tsb

 Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.
R/karena dosis yamg berlebiha akan menimbulkan efek samping dari obat tsb
4.      Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.
R/ untuk mengatur pola nafas pasein agar bisa bernafas dengan baik

Dx 8.  Sindrom gangguan Interpretsasi lingkungan berhubungan dengan depresi
Tujuan : Perbaikan proses berpikir
Intervensi :
1.      Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
R/ Untuk mengurangi terjadinya stres karena proses penyakit
2.      Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas
R/Untuk mengurangi stres akibat penyakit yang di derita px
3.      Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit .
R/Memberi wawasan pada keluaga pasien tentang apa yang terjadi akibat proses penyakit tsb


BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang di karakteristikan oleh produksi hormon tiroid yang abnormal rendahnya.Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berkaitan padaHipotiroid.Kekacauan-kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid.Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan.
Hormon-hormon tiroid di produsikan oleh kelenjar tiroid.Kelenjar tiroid bertempat pada bagian bawah leher,Kelenjar membungkus sekeliling saluran udara(Trakea)dan mempunyai suatu bentuk yang menyerupai kupu-kupu yang di bentuk oleh dua sayap dan di lekatkan oleh suatu bagian tengah.
Kelenjar tiroid mengambil yodium dari darah ( yang kebanyakan datang dari makanan-makanan seperti seafood,roti,dan garam) dan menggunakannya untuk memproduksi hormon-hormon tiroid.Dua hormon yang paling penting adalah thyroxine(T4 ) dan triiodothyronine(T3) mewakili 99.9% dan 0.1% dari masing-masing gormon-hormon tiroid.
SARAN
1.      Sering seringlah mengkonsumsi garam yang mengandung yodium dengan cukup
2.      Jaga pola diet tiap hari dengan mengkonsumsi makanan banyak serat dan banyak protein serta rendah kolesterol
3.      Segera periksakan jika merasa memiliki tanda atau gejala hipotiroid.