KEPERAWATAN S1,Ners

KEPERAWATAN S1,Ners
PEMILIK

Minggu, 26 Januari 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DHF


DHF (Dengue Haemoragic Fever)

1. Pengertian
  • DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
  • Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty  betina (Seoparman , 1990).
  • DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
  • Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986):
1)      Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2)      Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3)      Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4)      Dejara IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
2. Anatomi Fisiologi
Struktur nyamuk terdiri atas ; kepala, toraks yang setiap segmenya dilengkapi dengan sepasang kaki yang beruas-ruas dan abdomen. Daerah kepala terdiri atas mata, antena berbentuk poliform yang terdiri atas 15 segmen. Antena nyamuk betina disebut pilose dengan bulu-bulu yang lebih sedikit sedangkan yang jantan memiliki banyak bulu disebut plumose. Seperti halnya dengan serangga lain nyamuk memiliki sepasang mata majemuk oseli (mata tunggal). Di bagian dorsal toraks terdapat bentuk bercak yang keras berupa dua garis sejajar pada bagian tengah dan dua garis lengkung di bagian tepi. Vena sayap meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung berukuran 2,5 – 3,0 mm. Di bagian abdomen nyamuk betina berukuran kecil terdapat dua caudal cerci yang berukuran kecil, sedangkan pada nyamuk jantan terdapat organ seksual yang disebut hypopygium.
Nyamuk ini bersifat antropofilik ( senang sekali pada manusia), biasanya nyamuk betina menggit di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah di tempat yang agak gelap. Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung seperti pakaian, kelambu, pada dinding dan tempat yang dekat dengan tempat peridukannya. Nyamuk A.aegypti memilliki kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple biters) yakni menggit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap peranannya sebagai vektor penyebab penyakit DBD ke beberapa orang dalam sekali waktu. Nyamuk jantan juga tertarik terhadap manusia pada saat melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit.
Dalam perkembangan hidupnya nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu dari telur menetas menjadi larva (jentik), kemudian menjadi pupa dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekurang-kurangnya selama 9 hari. Nyamuk dewasa baik jantan maupun betina membutuhkan glukosa sebagai bahan makanan yang dapat diperoleh dari cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina membutuhkan protein-protein dari darah untuk pematangan sel telur setelah perkawinan. yamuk betina dewasa mulai menghisap darah setelah berumur 3 hari, setelah itu sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Nyamuk betina mampu bertahan hidup 2 minggu lebih di alam, sedangkan nyamuk jantan setelah proses kawin dalam waktu ± 1 minggu akan mati. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 20 meter, kemampuan normalnya adalah ± 40 meter.

3. Etiologi
Penyebab utama : – virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama :
  • Aedes aegypti.
  • Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
  1. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari.
  2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
  3. Penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena.
  1. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m.
  2. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).
4. Patofisiologi
klik gambar diatas untuk melihat dalam ukuran besar
5. Tanda dan Gejala
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1)      Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2)      Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
3)      Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4)      Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
  • Meningkatnya suhu tubuh
  • Nyeri pada otot seluruh tubuh
  • Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
  • Suara serak
  • Batuk
  • Epistaksis
  • Disuria
  • Nafsu makan menurun
  • Muntah
  • Ptekie
  • Ekimosis
  • Perdarahan gusi
  • Muntah darah
  • Hematuria masif
  • Melena
6. Komplikasi
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
  1. Uji tourniquet positif
  2. Petekia, purpura, ekimosi
  3. Epistaksis, perdarahan gusi
  4. Hematemesis, melena.
3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5)      Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
  1. Tirah baring atau istirahat baring.
  2. Diet makan lunak.
  3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
  4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
  5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
  6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
  7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
  1. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
  2. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
  3. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
  1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
  2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
  3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
  4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
2. Tanpa insektisida
Caranya adalah:
  1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
  2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
  3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang
9. Pengkajian Keperawatan
Data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)    Lemah.
2.)    Panas atau demam.
3.)    Sakit kepala.
4.)    Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.)    Nyeri ulu hati.
6.)    Nyeri pada otot dan sendi.
7.)    Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)    Konstipasi (sembelit).
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
1)      Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2)      Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3)      Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4)      Hiperemia pada tenggorokan.
5)      Nyeri tekan pada epigastrik.
6)      Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7)      Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
10. Diagnosa Keperawatan
  1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
  2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
  3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  mual, muntah, anoreksia
  4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas  dinding plasma
  5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.
  6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
  7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
11. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil:
  • Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman.
  • Suhu 36,80C-37,50C
  • Tekanan darah 120/80 mmHg
  • Respirasi 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
  1. Kaji saat timbulnya demam.
  2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
  3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)
  4. Berikan kompres hangat
  5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal
  6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter
Rasional:
  1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
  2. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
  3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
  4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
  5. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
  6. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang dengan kriteria hasil:
  • Pasien mengatakan nyerinya hilang
  • Nyeri berada pada skala 0-3
  • Tekanan darah 120/80 mmHg
  • Suhu 36,80C-37,50C
  • Respirasi 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
  1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
  2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan
  3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
  4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
  5. Ajarkan pasien teknik relaksasi
  6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional:
  1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi
  2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
  3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
  4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
  5. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
  6. Memberikan penurunan nyeri.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  mual, muntah, anoreksia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria:
  • Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
  • Menunjukkan tingkat energi biasanya
  • Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
  1. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien.
  2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
  3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
  4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit.
  5. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi
  6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual.
Rasional:
  1. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.
  2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
  3. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
  4. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
  5. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
  6. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual  sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas  dinding plasma
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:
  • TD 120/80 mmHg
  • RR 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
  • Turgor kulit baik
  • Haluaran urin tepat secara individu
  • Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
  1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital.
  2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
  3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya
  4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
  5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan
  6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
  7. Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung.
  8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
  9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K)
Rasional:
  1. hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan  takikardi
  2. pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
  3. demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.
  4. merupakan indicator dari dehidrasi
  5. memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.
  6. mempertahankan volume sirkulasi.
  7. kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan elektrolit.
  8. pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan
  9. mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 jam diharapkan pasien dapat mencapai kemampuan aktivitas yang optimal, dengan kriteria hasil:
  • Pergerakan pasien bertambah luas
  • Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan)
  • Rasa nyeri berkurang
  • Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
  1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
  2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas.
  3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan
  4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
  5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesik)
Rasional:
  1. mengetahui derajat  kekuatan otot-otot  kaki pasien.
  2. Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan
  3. melatih otot – otot kaki sehingga berfungsi dengan baik
  4. Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi
  5. Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.
6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik dengan kriteria hasil:
  • TD 120/80 mmHg
  • RR 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
  • Turgor kulit baik
  • Haluaran urin tepat secara individu
  • Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
  1. Monitor keadaan umum pasien
  2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
  3. Monitor tanda perdarahan
  4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
  5. Berikan transfusi sesuai program dokter
  6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional:
  1. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
  2. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik
  3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik
  4. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut
  5. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang
  6. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin
7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan dengan kriteria hasil:
  • Tekanan darah 120/80 mmHg
  • Trombosit 150.000-400.000
Intervensi:
  1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis
  2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
  3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut
  4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya
Rasional:
  1. Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
  2. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan
  3. Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin
  4. Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar